Ikhtishar Ilmu Hadits (11)

بسم الله الرحمن الرحيم
علم الحديث النبوي - Home | Facebook
Ikhtishar Ilmu Hadits (11)
Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan Ikhtishar (Ringkasan) Ilmu hadits merujuk kepada kitab Musthalahul Hadits Al Muyassar karya Dr. Imad Ali Jum’ah, Mushthalahul Haditskarya Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin, dan lain-lain, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
TAKMILAH (PELENGKAP)
10. Tadwinul Hadits (Pembukuan hadits)
Hadits di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah rasyidin yang empat belum dibukukan sebagaimana yang terjadi setelahnya.
Imam Baihaqi meriwayatkan dalam Al Madkhal dari Urwah bin Az Zubair bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ingin mencatat sunnah-sunnah, lalu ia bermusyawarah dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain dan mereka pun mengusulkan agar dicatat, maka Umar mulai beristikharah untuk hal itu selama sebulan dan pada pagi harinya ia diberikan sikap teguh oleh Allah Ta’ala, ia berkata, “Sesungguhnya aku hendak mencatat sunnah-sunnah, namun aku ingat sebuah kaum sebelum kalian, mereka mencatat banyak buku dan menekuninya, lalu mereka tinggalkan kitab Allah. Sedangkan aku, demi Allah, tidak akan mencampurkan kitab Allah dengan sesuatu apapun untuk selamanya.”
Pada masa khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, dimana ia khawatir hadits akan hilang, maka Umar menulis surat kepada hakimnya di Madinah, yaitu Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, yang isinya, “Lihatlah mana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu catatlah, karena aku khawatir ilmu akan hilang dan ulama akan pergi. Jangan kamu terima selain hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan agar kamu menyebarkan ilmu, duduk (mengajar) sehingga orang yang tidak mengetahui menjadi tahu, karena ilmu tidak akan hilang hingga menjadi tersembunyi.”
Lalu dikirim juga surat ke tempat-tempat yang lain, kemudian diperintahkan kepada Muhammad bin Az Zuhri untuk membukukannya.
Oleh karena itu, orang pertama yang menyusun buku hadits adalah Muhammad bin Syihab Az Zuhriy atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahumallah, hal itu terjadi pada akhir abad pertama hijriah, lalu orang-orang mengikutinya, dan cara mereka menyusun hadits bermacam-macam.
Beberapa cara penyusunan hadits
Cara penyusunan hadits ada dua macam:
1.       Menyusun Ushul (sumber utama)
Yakni hadits yang ada di dalamnya disebutkan sanadnya oleh penyusun hingga akhir sanad, hal ini ada beberapa macam, di antaranya:
a.        Menyusun sesuai juz’-juz’ (masalah-masalah), yakni dengan menulis pada setiap bab di antara beberapa babilmu juz’ tertentu yang berdiri sendiri. misalnya untuk bab shalat ada juz tertentu, untuk bab zakat ada juz tertentu dst. Disebutkan bahwa cara seperti inilah yang dilakukan oleh Az Zuhri dan ulama yang semasanya.
b.       Menyusun sesuai bab, yakni dengan menjadikan dalam satu juz’ ada lebih dari satu bab, dan diurutkan sesuai tema, seperti urutan bab-bab fiqh atau lainnya. Contohnya adalah seperti yang dilakukan oleh Bukhari dan Muslim serta para pemilik kitab sunan.
c.        Menyusun dengan cara musnad, yakni dengan mengumpulkan hadits-hadits pada masing-masing sahabat secara terpisah. Misalnya pada Musnad Abu Bakar, lalu disebutkan semua hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar, pada Musnad Umar disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan dari Umar dst. Contohnya adalah seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya.
2.       Menyusun furu’ (cabang-cabang)
Penyusunnya menukil dari kitab-kitab yang menjadi sumber utama (ushul) dengan menyebutkan sumbernya, namun tanpa isnad. Hal ini pun sama ada beberapa cara, di antaranya:
1.       Penyusunan sesuai bab, seperti Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani, Umdatul Ahkaam karya  Abdul Ghaniy Al Maqdisiy.
2.       Penyusunan yang diurutkan berdasarkan huruf, seperti Al Jaami’ush Shaghiir karya As Suyuthiy.
Dan cara lainnya yang cukup banyak sesuai pandangan Ahli Hadits yang lebih dapat mencapai maksud dan mewujudkannya.
11. Sahabat
Ta’rif (Definisi) sahabat, Keadaan Sahabat, Sahabat Yang Terakhir Wafatnya dan Manfaat Mengetahuinya serta Sahabat Yang Paling Banyak Meriwayatkan Hadits
Sahabat adalah orang yang berkumpul bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau melihatnya dalam keadaan mukmin dan meninggal di atas iman.
Oleh karena itu termasuk ke dalamnya orang yang murtad dari Islam lalu kembali ke Islam lagi, seperti Al Asy’ats bin Qais, dimana ia murtad setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia dibawa dalam keadaan tertawan ke hadapan Abu Bakar, kemudian ia bertaubat dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menerima taubatnya.
Dan tidak termasuk ke dalam sahabat orang yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidupnya, namun tidak berkumpul bersamanya seperti Raja Najasyi, demikian pulaorang yang murtad dan meninggal di atas murtadnya seperti Abdullah bin Khathal yang dibunuh pada saat penaklukkan Makkah, serta Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf yang murtad di zaman Umar dan meninggal di atasnya.
Sahabat jumlahnya banyak, tidak mungkin dapat dipastikan berapa jumlahnya, akan tetapi jika berdasarkanperkiraan, mereka berjumlah 114.000 orang.
Keadaan Sahabat
Sahabat semuanya tsiqah (terppercaya) dan adil, riwayat salah seorang di antara mereka adalah diterima meskipun majhul (tidak diketahui namanya). Oleh karena itu, Ahli Hadits berkata, “Majhulnya sahabat tidak bermasalah.”
Dalil tentang keadaan sahabat seperti yang disebutkan adalah karena Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam memuji mereka dalam banyak nash, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima perkataan salah seorang di antara mereka ketika Beliau mengetahui bahwa ia muslim, dan Beliau tidak bertanya tentang keadaannya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa seorang Arab baduwi datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya aku melihat hilal, -maksudnya hilal satu Ramadhan-. “ Beliau bertanya,“Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah?” Ia menjawab,“Ya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Ia menjawab,“Ya.” Maka Beliau bersabda, “Wahai Bilal, beritahukanlah orang-orang agar besok mereka berpuasa.” (HR. Lima orang Ahli Hadits, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Sahabat Yang Terakhir Meninggalnya Secara Mutlak
Sahabat yang terakhir meninggalnya secara mutlak adalah ‘Amir bin Watsilah Al Laitsiy yang meninggal di Makkah tahun 110 H, ia adalah sahabat yang terakhir meninggal di Makkah.
Sahabat yang terakhir meninggal di Madinah adalah Mahmud bin Ar Rabi’ Al Anshaariy Al Khazrajiy, ia meninggal tahun 99 H.
Sahabat yang terakhir meninggal di Syam-yakni di Damskus- adalah Watsilah bin Al Asqa’ Al Laitsi yang meninggal pada tahun 86 H.
Sahabat yang terakhir meninggal di kota Himsh adalah Abdullah bin Busr Al Maaziniy tahun 96 H.
Sahabat yang terakhir meninggal di Basrah adalah Anas bin Malik Al Anshaariy Al Khazrajiy, yang meninggal pada tahun 93 H.
Sahabat yang terakhir meninggal di Kufah adalah Abdullah bin Abi Aufa Al Aslami, yang meninggal pada tahun 87 H.
Sahabat yang terakhir meninggal di Mesir adalah Abdullah bin Al Haarits bin Juz’ Az Zubaidiy, yang meninggal pada tahun 89 H.
Tidak ada satu pun sahabat yang meninggal setelah tahun 120, hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami di akhir hayatnya, setelah Beliau salam, Beliau berdiri dan bersabda,
«أَرَأَيْتَكُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ، فَإِنَّ رَأْسَ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا، لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ»
“Tahukah kalian malammu ini, sesungguhnya akhir seratus tahun (sejak ini)tidak ada lagi seorang pun yang tinggal di atas bumi ini di antara orang-orang yang ada hari ini.” (Muttafaq ‘alaih)
Hal itu diberitahukan sebulan sebelum wafatnya Beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam hadits Jabir.
Di antara manfaat mengetahui sahabat yang terakhir meninggal adalah:
Pertama, orang yang lewat dari waktu terakhir yang disebutkan di atas, maka tidak diterima pengakuannya sebagai sahabat.
Kedua, orang yang belum mencapai usia tamyiz sebelum batas akhir di atas, maka riwayatnya dari sahabat adalah munqtahi’ (terputus).
Sahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadits
Di antara para sahabat ada beberapa orang yang banyak meriwayatkan hadits sehingga banyak sekali diambil haditsnya. Para sahabat yang meriwayatkan lebih dari seribu hadits adalah:
1.       Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 5.374 hadits.
2.       Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 2.630 hadits.
3.       Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 2.286 hadits.
4.       Aisyah radhiyallahu ‘anha, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 2.210 hadits.
5.       Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 1.660 hadits.
6.       Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 1.540 hadits.
7.       Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, hadits yang diriwayatkan darinya berjumlah 1.170 hadits.
Tidak mesti banyaknya hadits yang diriwayatkan dari mereka menunjukkan bahwa mereka orang yang paling banyak mengambil hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada yang lain. Sebab sedikitnya hadits dari sahabat adalah karena beberapa sebab di antaranya karena sudah meninggal lebih dulu seperti Hamzah radhiyallahu ‘anhu paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau sibuk dengan urusan yang sangat penting seperti Utsman radhiyallahu ‘anhu,atau karena sebab keduanya seperti Abu Bakar, Beliau lebih meninggal terlebih dulu dan sibuk mengurus khilafah atau sebab lainnya.
12. Mukhadhram
Mukhadhram adalah orang yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup Beliau, namun tidak sempat bertemu dengan Beliau.
Mukhadhram adalah satu lapisan atau kelompoktersendiri antara sahabat dan tabiin, ada yang mengatakan, “Bahkan mereka adalah tabiin besar.”
Sebagian ulama ada yang menyebutkan jumlahnya hampir mencapai 40 orang, di antaranya: Al Ahnaf bin Qais, Al Aswad bin Yazid, Abdullah bin ‘Aqim, ‘Amr bin Maimun, Abu Muslim Al Khaulaaniy, dan Najaasyi Raja Habasyah.
Hadits orang mukhadhram jika seperti mursal tabiin, maka ia munqathi’ (terputus), tentang diterima tidaknya seperti mursalnya seorang tabiin yang masih dalam khilaf.
13. Tabiin
Tabiin adalah orang yang bertemu sahabat dan beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta wafat di atasnya.
Para tabiin jumlahnya banyak, tidak mungkin dijumlahkan. Namun mereka ada tiga lapisan; Kubraa (besar), Shugraa (kecil) dan di antara keduanya (wusthaa).
Tabi’in Kubra adalah tabi’in yang kebanyakan riwayatnya berasal dari para sahabat, seperti Sa’id bin Al Musayyib, Urwah bin Az Zubair, dan ‘Alqamah bin Qais.
Tabiin Shughra adalah tabiin yang kebanyakan riwayatnya berasal dari tabi’in, mereka tidak bertemu sahabat kecuali sedikit saja, seperti Ibrahim An Nakha’iy, Abuz Zanad,dan Yahya bin Sa’id.
Tabiin Wusthaadalah tabiin yang riwayatnya berasal dari para sahabat dan tabi’in besar, seperti Al Hasan Al Basri, Muhammad bin Sirin, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Asy Sya’biy, Az Zuhriy, ‘Athaa’, Umar bin Abdul ‘Aziz,dan Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Musthalah Hadits Muyassar (Dr. Imad Ali Jum’ah), Al Haditsul Hasan (Ibrahim bin Saif Az Za’abiy), Ilmu Musthalahil Hadits (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Ilmu Musthalah Hadits (Abdul Qadir Hasan), At Ta’liqat Al Atsariyyah ala Manzhumah Al Baiquniyyah (Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid), Tamamul Minnah (M. Nashiruddin Al Albani), Silsilatul Ahadits Adh Dha’ifah (M. Nashiruddin Al Albani), dll.