بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (bag. 3)
Hijrahnya sebagian sahabat ke Habasyah
Ketika orang-orang Quraisy melancarkan bermacam-macam gangguan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memperhebat siksaan-siksaan di luar peri kemanusiaan terhadap pengikut-pengikut Beliau. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahan melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya lalu menganjurkan mereka berhijrah ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Nasrani, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa raja Habasyah dikenal adil. Maka berangkatlah rombongan pertama terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Kemudian disusul oleh rombongan-rombongan yang lain hingga hampir mencapai seratus orang. Di antaranya Utsman bin Affan dengan istrinya Ruqayyah (puteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), Zubair bin Awam, Abdurrahman bin Auf, Ja’far bin Abi Thalib dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-5 setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat menjadi Rasul.
Setibanya di negeri Habasyah mereka mendapatkan penerimaan dan perlindungan yang baik dari rajanya.
Sikap baik yang ditunjukkan raja Najasyi membawa kegelisahan orang Quraisy. Karenanya mereka pun mengirim Amr bin ‘Ash dan Abdullah bin Rabi’ah meminta agar mengembalikan orang-orang Makkah yang hijrah itu, namun permintaan mereka ditolak raja.
Sementara itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap tinggal di Makkah, mengajak kaumnya masuk Islam meskipun gangguan bertambah sengit. Seorang demi seorang pengikut Beliau bertambah. Berkat rahmat Allah masuklah ke dalam Islam pada masa ini dua orang tokoh Quraisy yang sangat disegani dan perkasa: Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhum. Kehadiran mereka dalam barisan Islam menghidupkan semangat kaum muslimin, karena mereka akhirnya menjadi benteng Islam.
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib
Setelah orang-orang Quraisy melihat bahwa segala jalan yang mereka tempuh untuk memadamkan dakwah (seruan) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi hasil, karena Bani Hasyim dan Bani Muththalib dua keluarga besar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang sudah masuk Islam maupun yang belum tetap melindungi Beliau, mereka mencari cara lain untuk melumpuhkan kekuatan Islam. Mereka mengadakan pertemuan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan jalan memutuskan segala hubungan; hubungan perkawinan, jual-beli, ziarah-menziarahi dan lain-lain. Keputusan itu ditulis di atas kertas dan digantungkan di Ka’bah.
Dengan adanya pemboikotan umum ini, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang Islam serta keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib terpaksa menyingkir ke luar kota Makkah. Selama tiga tahun lamanya mereka menderita kemiskinan dan kesengsaraan. Banyak juga di antara kaum Quraisy yang merasa sedih akan nasib keluarga Nabi itu. Dengan sembunyi-sembunyi di malam hari, mereka mengirimkan makanan dan keperluan lainnya kepada kaum kerabat mereka yang diasingkan seperti yang dilakukan oleh Hisyam bin Amr. Akhirnya bangkitlah beberapa pemuka Quraisy menghentikan pemboikotan itu dan merobek-robek kertas pengumuman di atas Ka’bah itu. Dengan itu pulihlah kembali hubungan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan orang-orang Quraisy. Akan tetapi nasib pengikut-pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah menjadi baik, bahkan orang-orang Quraisy lebih meningkatkan permusuhan mereka.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami tahun kesedihan (‘aamul huzn)
Belum lagi sembuh kepedihan yang dirasakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akibat pemboikotan umum itu, tibalah pula musibah yang besar menimpa dirinya, yaitu wafatnya paman Beliau Abu Thalib dalam usia 87 tahun. Tidak berapa lama, kira-kira dua atau tiga bulan kemudian disusul oleh istrinya Siti Khadijah radhiyallahu ‘anha. Kedua musibah itu terjadi pada tahun ke 10 dari masa kenabian.
Abu Thalib dan Siti Khadijah telah banyak memberikan bantuan kepada Nabi, moril maupun materil.
Abu Thalib adalah orang yang amat berpengaruh dalam masyarakat; dia ibarat perisai yang biasa memberikan perlindungan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sayang Abu Thalib meninggal dengan tidak memeluk agama Islam. Berkenaan Abu Thalib turun ayat:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاء وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashashas: 56)
Sedangkan Siti Khadijah adalah wanita yang pertama masuk Islam, dia adalah seorang wanita bangsawan dan hartawan di kota Makkah, dia memiliki pribadi dan pergaulan baik dalam masyarakat. Dialah yang menghibur hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu sedih dan susah, dikorbankan hartanya untuk perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua orang yang dicintainya itu telah meninggalkan Beliau, di saat permusuhan Quraisy terhadap Beliau semakin menjadi-jadi. Mereka sudah mulai berani menyakiti badan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi segala macam musibah dan gangguan itu tidaklah mengendorkan semangat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah Beliau melihat bahwa Makkah tidak lagi sesuai menjadi pusat dakwah Islam, maka Beliau berdakwah ke luar kota Makkah. Negeri yang dituju adalah Tha’if (jauhnya dari Makkah kira-kira 60 Mil) daerah kabilah Tsaqif. Beliau pergi ke sana dengan berjalan kaki bersama maulaanya (budak yang dimerdekakan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) Zaid bin Haaritsah. Beliau menjumpai pemuka-pemuka kabilah itu dan diajaknya mereka kepada agama Islam. Namun ajakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ditolak dengan kasar. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir, disoraki dan dikejar-kejar sambil dilempari dengan batu sehingga kedua tumit Beliau berdarah. Akhirnya, Beliau kembali melalui jalan semula menuju Makkah dalam keadaan sedih dan susah. Lalu malaikat Jibril bersama malaikat gunung menghampirinya. Jibril memanggil Beliau dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus kepadamu malaikat gunung untuk kamu suruh sesuai yang kamu inginkan.” Setelah itu malaikat gunung berkata, “Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku akan menimpakan dua gunung ini ke atas mereka.” Namun Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Justru saya berharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang mau menyembah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.” (HR. Bukhari)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalani Isra’ dan Mi’raj
Di saat-saat menghadapi ujian yang sangat berat dan tingkat perjuangan sudah sampai puncaknya, gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan yang dialami Beliau dan para pengikutnya semakin hebat, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan menjalani Isra’ dan Mi’raj dari Makkah ke Baitul Maqdis di Palestina, kemudian naik ke langit ketujuh. Hal ini terjadi setahun sebelum Beliau hijrah.
Isra’ dan Mi’raj ini memberikan kekuatan batin kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menegakkan agama Allah, sekaligus menjadi ujian bagi kaum muslimin sendiri, apakah mereka beriman kepada kejadian yang menakjubkan dan di luar jangkauan manusia, yaitu perjalanan beratus-ratus mil serta menembus tujuh langit dan hanya ditempuh dalam satu malam saja.
Kisahnya adalah sebagai berikut “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur, tiba-tiba Jibril mendatangi Beliau dengan membawa Buraq –binatang putih yang tingginya melebihi keledai di bawah bigal (binatang yang lahir dari kuda dan keledai)- langkahnya sejauh pandangan mata, Beliau pun menaikinya sehingga tiba di Baitul Maqdis, lalu Buuraq itu diikat oleh Beliau, kemudian Beliau masuk ke masjid (Baitul Maqdis) dan shalat di situ dua rakaat, Jibril pun datang membawa bejana yang satu berisi arak dan yang satu lagi berisi susu, Beliau memilih susu, maka Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah.” Lalu Jibril membawa Beliau ke langit pertama, Jibril meminta dibukakan, kemudian Jibril ditanya, “Siapa kamu?” Jibril menjawab, “Jibril,” lalu ditanya lagi “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad,” lalu ditanya lagi, “Apakah ia disuruh (menghadap) kepada-Nya?’ Jibril menjawab, “(Ya), disuruh (menghadap) kepada-Nya.” Maka dibukalah langit kemudian Beliau bertemu Adam, Beliau disambut oleh Adam dan didoakan kebaikan. Kemudian Beliau dibawa lagi oleh Jibril ke langit kedua, di sana Beliau bertemu Isa putera Maryam dan Yahya bin Zakariyya, Beliau pun disambut dan didoakan kebaikan. Kemudian dibawa lagi oleh Jibril ke langit ketiga, di sana Beliau bertemu Yusuf, Beliau disambut dan didoakan kebaikan. Kemudian Beliau dibawa lagi oleh Jibril ke langit keempat, di sana Beliau bertemu Idris, Beliau disambut dan didoakan kebaikan olehnya. Kemudian Beliau dibawa lagi oleh Jibril ke langit kelima. Di sana Beliau bertemu Harun, Beliau pun disambut dan didoakan kebaikan. Kemudian Beliau dibawa lagi oleh Jibril ke langit keenam, di sana Beliau bertemu Musa, Beliau disambut dan didoakan kebaikan olehnya. Kemudian Beliau dibawa lagi oleh Jibril ke langit ketujuh. Di sana Beliau bertemu Ibrahim yang sedang menyandarkan punggungnya ke Al Baitul Ma’muur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat. Setelah itu, Beliau dibawa ke As Sidratul Muntaha, di sana daun-daunnya sebesar telinga gajah dan buahnya sebesar kendi. Kemudian As Sidratul Muntaha ditutup, keadaan pun berubah, dan tidak ada seorang pun yang dapat melukiskan keindahannya, Allah pun mewahyukan kepada Beliau 50 kali shalat sehari-semalam. Setelah itu, Beliau turun sampai ke Nabi Musa, Beliau ditanya oleh Nabi Musa tentang kewajiban yang dibebankan kepada umat Beliau, maka diberitahukannya, yaitu 50 kali shalat, maka Nabi Musa menyuruh Beliau untuk kembali dan meminta keringanan, Beliau pun kembali kepada Allah dan terus kembali, hingga akhirnya Allah meringankan menjadi 5 kali sehari semalam, Allah berfirman “Wahai Muhammad! Sesungguhnya (kewajiban) shalat itu menjadi lima kali sehari semalam, bagi masing-masing shalat sama dengan sepuluh sehingga (dihitung) menjadi 50 kali shalat…dst.” (Sebagaimana dalam Shahih Muslim).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diisra’kan dengan ruh dan jasadnya. Dan kisah di atas menunjukkan tingginya kedudukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas para nabi yang lain.
Dan perlu diketahui, bahwa peristiwa isra’ dan mi’raj ini tidaklah bertentangan dengan akal manusia, karena isra’ tersebut yang memperjalankan adalah Allah Subhaanahu wa Ta’aala Yang Maha Kuasa dan mudah segala sesuatu bagi-Nya.
Bersambung…
Bersambung…
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Qur’anul Karim (Terj. DEPAG bagian mukadimah), Ar Rahiiqul Makhtum (Syaikh Shafiyyurrahman), Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Muslim, dll.