بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (bag. 8)
Shulhul Hudaibiyah (perdamaian Hudaibiyah)
Pada tahun ke 6 H, Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam beserta para pengikutnya merasa rindu ke baitullah, kiblat mereka dan mereka ingin berziarah ke Makkah mengunjungi sanak famili dan kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan. Maka pada bulan Dzulqa’dah tahun itu, berangkatlah Beliau dengan para sahabat yang berjumlah kurang lebih 1000 orang menuju Makkah, dengan niat semata-mata melakukan Umrah dan Haji. Untuk menghilangkan persangkaan yang bukan-bukan dari pihak Quraisy, maka kaum muslimin memakai pakaian ihram dan membawa hewan-hewan untuk disembelih di Mina (hadyu). Mereka tidak memanggul senjata, hanya membawa pedang dalam sarungnya sekedar menjaga diri dalam perjalanan. Setelah sampai ke suatu tempat bernama Hudaibiyah. Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam berhenti bersama sahabatnya. Di sinilah Nabi Muhamad shallalllahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah untuk menentukan langkah selanjutnya. Akhirnya Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam mengutus Utsman bin ‘Affan kepada kaum Quraisy untuk mengadakan pembicaraan dengan kaum Quraisy serta menjelaskan maksud kaum muslimin ke makkah.
Utsman kemudian ditahan oleh orang-orang Quraisy dan kemudian terdengar desas-desus ia dibunuh. Mendengar berita itu, Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam pun mengadakan Bai’atur Ridhwan dengan sahabat-sahabatnya untuk berperang mati-matian sampai tercapai kemenangan. Berita itu ternyata tidak benar, karena Utsman kembali dan ia berhasil melunakkan hati orang-orang Quraisy. Setelah itu, datanglah utusan orang Quraisy Suhail bin ‘Amr menjumpai Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan ini tercapai persetujuan damai yang dalam sejarah dikenal dengan nama “Shulhul Hudaibiyah” (perdamaian Hudaibiyah). Isi perdamaian Hudaibiyah singkatnya adalah sebagai berikut:
– Kaum muslimin membatalkan rencana mereka ke Makkah tahun ini dan dibolehkan tahun berikutnya.
– Peperangan dihentikan selama sepuluh tahun.
– Siapa saja boleh masuk ke dalam barisan, baik barisan kaum muslimin maupun barisan kaum Quraisy. Dan kabilah yang masuk ke dalam barisan tersebut dianggap sebagai bagian dari barisan tersebut. Jika kabilah tersebut melakukan pelanggaran, maka dianggap sebagai pelanggaran barisan tersebut.
– Orang Quraisy yang datang kepada Muhammad tanpa izin walinya –yakni melarikan diri- maka wajib dikembalikan. Namun siapa yang datang kepada orang-orang Quraisy dari golongan Muhammad, maka tidak boleh dikembalikan.
Perjanjian ini seolah-olah terkesan lebih menguntungkan pihak Quraisy, padahal di sana terdapat hikmah yang dalam dan setelahnya adalah kemenanangan. Dengan adanya perjanjian damai ini kaum muslimin berkesempatan menyusun kekuatan mereka. Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam mulai menyebarkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya dan banyak pula di antara mereka memeluk Islam. Kemudia Beliau mengirimkan surat kepada raja-raja.
Pengiriman surat kepada para raja
Di akhir-akhir tahun ke 6 H, seusai pulang dari Hudaibiyah. Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat kepada para raja mengajak mereka memeluk Islam. Ketika hendak menulis surat kepada para raja, Beliau diberitahukan bahwa para raja tidak mau menerima surat yang tidak ada stempelnya, maka Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam mengambil cincin perak yang terukir di sana, “Muhammad Rasulullah”. (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari)
Dikirimlah surat kepada raja Najasyi yang bernama Ash-hamah bin Al Abjar, yang dibawa oleh ‘Amr bin Umayyah Adh Dhamuriy. Ia pun masuk Islam di hadapan Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Kepada Muqauqis raja Mesir dan Iskandariyyah dikirim surat yang dibawa oleh Hathib bin Abi Balta’ah. Namun ia tidak masuk Islam dan menolaknya dengan baik, ia pun mengirimkan budak Mariyah kepada Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam, dan dari Mariyahlah lahir Ibrahim putera Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam.
Dikirim juga surat kepada Kisra raja Persia, yang dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah As Sahmiy. Namun Kisra menolaknya dengan keras lalu merobek-robek surat tersebut. Ketika sampai berita itu kepada Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya.”
Dikirim juga surat kepada Kaisar Romawi Heraclius, yang dibawa oleh Dihyah bin Khalifah Al Kalbiy. Namun ia tidak masuk Islam karena melihat rakyatnya menolak Islam meskipun ia menyadari kebenarannya. Isi suratnya sbb:
بِسْم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ ( يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ )
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius penguasa Romawi,
Salam bagi yang orang yang mau mengikuti petunjuk. Amma ba’d,
Sesungguhnya saya mengajak anda dengan ajakan Islam. Masuk Islamlah, niscaya anda akan selamat. Allah akan memberikan kepada anda pahala dua kali lipat. Jika anda menolak, anda akan memikul dosa rakyat anda, dan,
“Wahai ahli kitab, marilah sama-sama kepada satu kalimat yang tidak ada perbedaan antara kami dan kamu yaitu, “Kita tidak beribadah selain kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, serta masing-masing kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan selain Allah. Jika mereka menolak, maka saksikanlah bahwa kami orang-orang Islam.”
Dikirim juga surat kepada Al Mundzir bin Sawi penguasa Bahrain, yang dibawa oleh Al ‘Alaa’ bin Al Hadhramiy.
Juga kepada Haudzah bin ‘Ali di Yamamah, yang dibawa oleh Salith bin ‘Amr Al ‘Aamiriy.
Kepada Harits bin Abi Syamr Al Ghasaaniy di Damaskus dikirim juga surat, yang dibawa oleh Syajaa’ bin Wahb.
Dan kepada raja Amman (Jaifar dan ‘Abd dua putera Al Julandiy) dikirim juga surat yang dibawa oleh ‘Amr bin ‘Ash.
Raja-raja tersebut diajak masuk ke dalam Islam, dan Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalahnya kepada mereka.
Perang Mu’tah
Ketika Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan kepada Amir ghassan, pangeran di bawah Heraclius, bertempat tinggal di Busra dekat Damaskus. Utusan Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam ini ditolak secara kasar oleh raja itu, dan kemudian dibunuh. Perbuatan yang melanggar hukum internasional ini, menyebabkan timbulnya peperangan antara pasukan Islam dengan pasuka Romawi. Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengirimkan satu pasukan yang terdiri dari 3000 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah. Tentara Romawi yang berada di Syiria yang jumlahnya mencapai 200.000 orang itu telah mendengar gerakan tentara Islam itu, segera menyongsong mereka. Di suatu tempat yang bernama Mu’tah bertemulah kedua pasukan itu. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke 8 H. Karena kekuatan musuh terlalu besar, maka tentara Islam mengundurkan diri dari peperangan. Gugur dalam peperangan ini Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Tentara yang masih tinggal dipimpin oleh Khalid bin Walid dan kembali ke Madinah.
Kaum Quraisy melanggar perjanjian dan terjadinya Fat-hu Makkah (Penaklukkan kota Makkah)
Dalam tahun itu juga (8 H) orang-orang Quraisy menyerang Bani Khuza’ah sekutu kaum muslimin. Padahal menurut perjanjian antara kedua belah pihak tidak boleh ada penyerangan, termasuk penyerangan terhadap sekutu masing-masing. Maka tindakan orang Quraisy menyerang Bani Khuza’ah adalah pembatalan terhadap perjanjian yang sudah disepakati. Memerangi sekutu kaum muslimin sama saja memerangi kaum muslimin sendiri. Akhirnya pada tanggal 10 Ramadhan 8 H, berangkatlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan 10.000 orang laki-laki menuju Makkah. Orang Quraisy yang mendengar berita pasukan besar pimpinan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi gemetar ketakutan dan putus asa. Akhirnya Abu Sufyan, pemimpin Quraisy pergi menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyerah dan menyatakan keislamannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memerintahkan pasukannya memasuki kota Makkah dari empat jurusan. Dengan demikian Makkah jatuh ke dalam kekuasaan kaum muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala-berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dihancurkannya. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke Makkah, ketika itu di sekeliling Ka’bah ada 360 patung, maka Beliau hancurkan dengan tongkat yang ada di tangannya, sambil mengatakan,
« جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ، جَاءَ الْحَقُّ ، وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ » .
“Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Kebenaran telah datang dan kebatilan tidak akan muncul dan kembali lagi.” (HR. Bukhari)
Orang-orang Quraisy yang dahulu mengejar-ngejar dan menyakiti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sekarang berkerumun di sekeliling Beliau laksana sekumpulan para tawanan yang sedang menunggu keputusan terakhir. Berkatalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada bekas musuh-musuhnya itu, “Wahai kaum Quraisy, tindakan apa menurut kamu yang akan aku ambil terhadap kamu sekalian?” Mereka menjawab, “Kebaikan, (engkau) saudara yang baik dan putera saudara yang baik.” Beliau pun berkata, “Sesungguhnya aku akan mengatakan kepada kalian seperti kata-kata Yusuf kepada saudara-saudaranya, “Pada hari ini tidak ada cercaan bagimu. Pergilah, kalian semua bebas.”
Dengan demikian, padamlah api permusuhan selama bertahun-tahun antara kaum Quraisy dan kaum muslimin pada hari yang bersejarah itu.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Qur’anul Karim (Terj. DEPAG bagian mukadimah), Ar Rahiiqul Makhtum (Syaikh Shafiyyurrahman), Tafsir Ibnu Katsir, dll.