بسم الله الرحمن الرحيم
Meluruskan Aqidah dan Manhaj (7)
Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang kekeliruan dalam Aqidah dan manhaj, semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
16. Memahami Islam tidak seperti As Salafush shaalih memahami
Ajaran Islam yang murni menjadi samar saat begitu banyak golongan-golongan yang muncul sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di zaman seperti ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menjadikan Sunnah Beliau dan sunnah para sahabat Beliau sebagai tolok ukur untuk menilai benar tidaknya suatu pemahaman. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ *
“Kamu akan melihat setelahku perselisihan yang dahsyat. Maka kalian harus berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang lurus lagi mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan geraham serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap bid’ah adalah sesat.” (Shahih, HR. Ibnu Majah)
Sabda Beliau, “Kamu akan melihat setelahku perselisihan yang dahsyat. Maka kalian harus berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk,” yakni siapa saja yang diberi umur panjang, maka ia akan melihat banyak perselisihan dan perbedaan –baik dalam masalah aqidah, manhaj (cara beragama), maupun ibadah-.
Apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan ternyata benar-benar terjadi. Telah terjadi perselisihan yang banyak sepeninggal Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini tampak sekali setelah terbunuhnya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, pintu fitnah terbuka, umat Islam pun berselisih dan terus berselisih. Namun demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan begitu saja umatnya kebingungan, bahkan Beliau memberikan jalan keluar saat kita menghadapi kondisi tersebut, yaitu dengan berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni saat menyaksikan keadaan yang beraneka ragam tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk mengikuti sunnah Beliau meskipun menyelisihi kebanyakan orang. Tidak sebatas itu, Beliau juga menyuruh kita mengikuti para khalifah (pengganti) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tidak lain adalah para sahabat Beliau, di mana terdepannya adalah khalifah yang empat; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu ‘anhum.
Hal itu, karena bisa saja di antara golongan-golongan itu berdalih dengan ayat Al Qur’an, namun dalam memahaminya tidak seperti yang dipahami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Inilah solusi agar kita tetap di atas hidayah/petunjuk saat terjadi banyak perselisihan seperti di zaman sekarang. Dengan demikian, tolok ukur benar tidaknya Akidah, manhaj, jalan hidup, dan ibadah kita di zaman banyaknya perselisihan seperti sekarang ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Jika sudah sama seperti pemahaman mereka berarti pemahaman kita sudah benar. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka jika mereka beriman seperti yang kamu[i]telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk.” (Terj. QS. Al Baqarah: 137)
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
“Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin[ii], Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu.”. (Terj. QS. An Nisaa’: 115)
Kedua ayat ini cukup jelas, bahwa jika kita memiliki pemahaman terhadap Islam seperti yang mereka (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat) pahami, tentu kita berada di atas petunjuk.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَأَسِّيأ فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُمْ كَانُوْا اَبَرَّ هَذِهِ الْأُمَّةِ قُلُوْبًا وَاَعْمَقُهَا عِلْمًا وَاَقَلُّهَا تَكَلُّفًا وَأَقْوَمُهَا هَدْياً وَأَحْسَنُهَا حَالاً قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ اللهُ تَعَالَى لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِقَامَةِ دِيْنِهِ فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ وَاتَّبِعُوْهُمْ فِي آثَارِهِمْ فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ
“Barang siapa yang hendak mencari panutan, maka carilah panutan dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka adalah orang yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, paling lurus petunjuknya dan paling baik keadaannya. Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah Ta’ala untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menegakkan agamanya, maka kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak mereka, karena mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Disebutkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Jaami’ Bayaanil ‘ilm).
Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata, “Semua ibadah yang tidak pernah dilakukan para sahabat, maka janganlah kamu lakukan.”
Di samping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat merupakan cermin ajaran Islam, yakni apabila kita ingin melihat Islam maka lihatlah Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, jangan melihat kaum muslimin zaman sekarang. Karena kaum muslimin di zaman sekarang banyak meninggalkan ajaran agamanya, mereka mengerjakan larangan-larangan dan meninggalkan perintah, sehingga tidak bisa melihat Islam dengan melihat mereka.
Sebagai bukti bahwa para sahabat adalah cermin ajaran Islam perhatikanlah bagaimana sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan Islam ketika ditanya oleh raja Najasyi dengan pertanyaan berikut, “Apa sebenarnya agama yang menyebabkan kalian meninggalkan (agama) kaum kalian, tidak mau masuk ke dalam agamaku dan tidak juga ke dalam agama yang lain di antara beberapa agama?”
Ja’far bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Wahai baginda, dahulu kami orang-orang jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, mengerjakan perbuatan keji, memutuskan tali silaturrahim, berbuat jahat kepada tetangga dan orang yang kuat di antara kami menindas yang lemah, dahulu kami seperti ini. Lalu Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami, kami mengenal nasabnya, kejujurannya, amanahnya dan dirinya yang jauh dari perbuatan haram. Beliau menyeru kami untuk beribadah kepada Allah; agar kami mengesakan-Nya dan menyembah (hanya) kepada-Nya. Beliau menyuruh kami meninggalkan sesembahan yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembahnya berupa batu dan berhala. Beliau menyuruh kami berkata-kata jujur, menunaikan amanah, menyambung tali silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan menghindarkan diri dari perbuatan haram serta menumpahkan darah. Beliau juga melarang kami mengerjakan perbuatan keji, berkata dusta, memakan harta anak yatim, menuduh berzina wanita yang baik-baik. Beliau menyuruh kami beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan menyuruh kami mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa…dst. (Ja’far menyebutkan sebagian ajaran Islam yang lain). Maka kami membenarkannya, mengimaninya dan mengikuti apa yang dibawanya berupa agama Allah. Kami pun beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, kami mengharamkan yang diharamkan kepada kami dan menghalalkan yang dihalalkan kepada kami. Namun kaum kami malah memusuhi kami, mereka menghukum kami, menyiksa kami agar kami keluar dari agama kami kembali menyembah berhala selain Allah Ta’ala, juga agar kami menghalalkan kembali perbuatan-perbuatan buruk yang pernah kami halalkan. Ketika mereka menindas kami, menzalimi kami dan mempersempit ruang gerak kami serta menghalangi kami menjalankan agama kami. Kami pun berhijrah ke negeri Anda, memilih Anda daripada yang lain, kami senang dengan perlindungan Anda serta kami berharap agar kami tidak dizalimi di hadapan anda wahai baginda.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam takhrijnya terhadap Fiqhus Siirah).
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa