Sujud Sahwi

بسم الله الرحمن الرحيم
Risalah Sujud Sahwi
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Sujud sahwi disyariatkan dalam shalat ketika seseorang lupa. Dalil disyariatkan sujud sahwi adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا زَادَ الرَّجُلُ أَوْ نَقَصَ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ
“Apabila seseorang kelebihan atau kekurangan (dalam shalat), maka hendaknya ia bersujud dua kali.” (HR. Muslim)
Demikian pula berdasarkan praktek Beliau, dimana Beliau pernah lupa dalam shalatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Aku adalah manusia; aku lupa seperti kalian lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebab Yang Mengharuskan Sujud Sahwi
Sebab yang paling asasi yang mengharuskan sujud adalah lupa. Lupa di sini adalah karena salah satu di antara tiga sebab berikut ini:
1.   Kelebihan dalam shalat karena lupa, bisa karena kelebihan rakaat atau selainnya. Misalnya seseorang shalat Zhuhur lima rakaat, atau ia menambah sujud dan sebagainya, maka ketika itu, ia melakukan sujud sahwi.
2.   Kekurangan dalam shalat karena lupa, seperti meninggalkan yang rukun atau yang wajib. Jika ia meninggalkan rukun, maka ia wajib melakukan rukun itu, kemudian melakukan sujud sahwi. Tetapi, jika ia meninggalkan yang wajib seperti tasyahhud awwal, maka ia tutupi dengan sujud sahwi.
3.   Ragu-ragu. Misalnya, ia ragu-ragu apakah sudah shalat tiga rakaat atau empat rakaat? Maka dalam hal ini, ia wajib mendasari atas hal yang yakin, jika ia tidak dapat memastikan, maka yang yakin adalah yang paling sedikit, yaitu bahwa ia telah melakukan shalat tiga rakaat, sehingga ia tambahkan satu rakaat lagi, kemudian sujud sahwi.
Cara Sujud Sahwi
Ia melakukan sujud dua kali seperti sujud dalam shalat; ia bertakbir lalu sujud dan mengucapkan, “Subhaana Rabbiyal A’laa” 3 X, lalu bangun sambil bertakbir dan duduk di antara dua sujud sambil membaca doa duduk antara dua sujud, kemudian sujud lagi seperti sujud sebelumnya, lalu bangun sambil bertakbir dan mengucapkan salam tanpa tasyahhud (lihat buku Al Fiqh –fi’ah An Naasyi’ah- oleh Dr. Abdullah bin Musaa Al ‘Ammar).
Jika sujud sahwi dilakukan setelah salam, maka ia mengucapkan salam lagi setelah sujud dua kali.
Disebutkan dalam kitab As Sunan Wal Mubtada’aat, “Dan tidak ada riwayat yang dihapal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dzikr khusus untuk sujud sahwi, bahkan dzikrnya adalah sama seperti dzikr sujud yang lain dalam shalat. Adapan ucapan “Subhaan mal laa yanaamu wa laa yas-huu,” maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakannya, tidak pula sahabat dan tidak ada dalil dari As Sunnah sama sekali.”
Tempat sujud sahwi
Seseorang diberikan pilihan dalam hal sujud sahwi ini, baik sebelum salam atau setelahnya. Namun ada khilaf dalam masalah yang lebih afdhal(utama)nya, yang utama adalah memberlakukan Sunnah dalam hal ini; sehingga dalam masalah lupa yang Sunnah menjelaskan sebelum salam, maka kita melakukannya sebelum salam, dan dalam masalah lupa yang Sunnah menjelaskan setelah salam, maka kita sujud setelah salam (lihat penjelasannya di Rincian letak Sujud Sahwi yang paling utama’) . Al Hafizh Abu Bakar Al Baihaqi, “Yang  dekat dengan kebenaran adalah boleh kedua-duanya, dan inilah yang dipegang oleh sahabat-sahabat kami (yakni dari kalangan ulama).”
Rincian letak Sujud Sahwi yang paling utama; sebelum atau setelah salam.
a.       Ketika kelebihan dalam shalat, seperti kelebihan ruku’, sujud, berdiri atau duduknya. Maka ketika ia telah salam, ia sujud sahwi dua kali lalu salam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّم
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur lima rakaat, lalu ada yang berkata kepada Beliau, “Apakah shalat ditambah?” Beliau bertanya, “Memangnya ada apa?” Ia menjawab, “Engkau shalat lima rakaat.” Maka Beliau sujud dua kali setelah salam. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur lalu ia berdiri ke rakaat kelima kemudian ingat atau diingatkan maka ia kembali tanpa takbir dan duduk membaca tasyahhud akhir serta mengucapkan salam, kemudian sujud sahwi dua kali lalu salam lagi. Demikian pula apabila ia tidak tahu kelebihan rakaat kecuali setelah selesai shalat maka ia sujud sahwi dua kali lalu salam.
b.      Ketika kekurangan rakaat, misalnya ia mengucapkan salam sebelum sempurna shalatnya karena lupa kemudian ingat atau diingatkan maka ia tambahkan shalatnya kemudian mengucapkan salam, setelah salam ia sujud dua kali lalu salam lagi. Dalilnya adalah hadits Imran bin Hushshain berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ وَكَانَ فِي يَدَيْهِ طُولٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَكَرَ لَهُ صَنِيعَهُ وَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى النَّاسِ فَقَالَ أَصَدَقَ هَذَا قَالُوا نَعَمْ فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّم
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat ‘Ashar, lalu salam pada rakaat ketiga, lalu masuk ke rumahnya, maka ada seorang yang bangkit menemuinya bernama Khirbaq, dimana pada kedua tangannya panjang, ia pun berkata, “Wahai Rasulullah,…dst.” ia pun menyebutkan perbuatan Beliau, maka Beliau keluar dalam keadaan marah sambil menarik selendangnya sehingga sampai di hadapan manusia dan bersabda, “Apakah orang ini benar?” Mereka menjawab, “Ya.” Maka Beliau mengerjakan satu rakaat lagi, lalu salam, kemudian sujud dua kali lalu salam.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Hal Ini apabila jarak antara lupa dengan ingatnya tidak terlalu lama, jika sudah lama maka ia ulangi shalatnya dari awal lagi.
c.       Ketika lupa tidak tasyahhud awwal atau lupa mengerjakan yang wajib lainnya dalam shalat maka ia sujud sahwi dua kali sebelum salam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Buhainah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ مِنْ بَعْضِ الصَّلَوَاتِ ثُمَّ قَامَ فَلَمْ يَجْلِسْ فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيمِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ ثُمَّ سَلَّمَ
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan salah satu shalat bersama kami dua rakaat, lalu Beliau bangkit tanpa duduk (tasyahhud awwal), lalu orang-orang ikut bangkit bersama Beliau. Setelah mengakhiri shalatnya, dan kami menunggu salam Beliau, maka Beliau bertakbir sebelum salam, lalu sujud dua kali dalam keadaan duduk, kemudian salam.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Contoh lainnya adalah ia lupa tasyahhud awal dan langsung berdiri, lalu ia ingat atau diingatkan; maka jika belum sempurna berdiri ia kembali untuk duduk tasyahhud dan ia tidak perlu sujud sahwi[i], tetapi jika sudah sempurna berdiri, maka ia tidak perlu kembali duduk tetapi meneruskan saja dan sebelum salam ia sujud sahwi dua kali.  Hal ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلَا يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَيْ السَّهْوِ
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari dua rakaat (tidak tasyahhud awwal), tetapi belum sempurna berdiri, maka hendaknya ia duduk. Tetapi, apabila ia telah sempurna berdiri, maka janganlah ia duduk, dan hendaknya ia sujud sahwi dua kali.”
d.      Jika seorang lupa, sehingga tidak mengerjakan salah satu rukun shalat, maka ia kerjakan rukun itu dan perbuatan setelahnya, lalu melakukan sujud sahwi nanti setelah salam.
Sehingga jika seseorang meninggalkan salah satu rukun shalat dan sudah masuk mengerjakan perbuatan shalat yang lain, setelah itu ia ingat, maka ia wajib mengerjakan kembali rukun itu lalu mengerjakan rukun-rukun setelahnya.
e.      Jika ia ragu-ragu dalam shalatnya apakah ia shalat sudah dua rakaat ataukah sudah tiga rakaat, dan ternyata salah satunya lebih kuat baginya, maka ia dasari terhadap hal yang kuat itu, lalu ia sujud sahwi dua kali setelah salam lalu salam lagi. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas’ud berikut:
عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لَا أَدْرِي زَادَ أَوْ نَقَصَ فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ قَالَ وَمَا ذَاكَ قَالُوا صَلَّيْتَ كَذَا وَكَذَا فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَلَمَّا أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ قَالَ إِنَّهُ لَوْ حَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ لَنَبَّأْتُكُمْ بِهِ وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ
Dari Ibrahim, dari ‘Alqamah ia berkata: Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat (Ibrahim perawi hadits ini berkata, “Kelebihan atau kekurangan[ii].”) setelah Beliau salam, ada yang berkata kepada Beliau, “Wahai Rasulullah, apakah terjadi sesuatu dalam shalat?” Beliau menjawab, “Memangnya ada apa?” Mereka menjawab, “Engkau shalat begini dan begini.” Lalu Beliau melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali, lalu salam. Kemudian Beliau menghadap kepada kami dengan wajahnya dan bersabda, “Sesungguhnya jika terjadi sesuatu dalam shalat tentu aku beritahukan, akan tetapi aku adalah seorang manusia; aku lupa sebagaimana kamu lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku. Dan apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, maka hendaklah ia pilih yang benar, lalu ia sempurnakan kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur, ia pun ragu-ragu di rakaat kedua; apakah sudah tiga rakaat atau dua rakaat? Lalu setelah ia pastikan ternyata sudah tiga maka ia tetap jadikan tiga rakaat dan menyempurnakan shalatnya lalu salam, kemudian sujud sahwi dua kali lalu salam lagi.
f.        Jika ia ragu-ragu dalam shalatnya apakah ia sudah shalat dua rakaat atau tiga rakaat, ia telah berusaha untuk mengingat-ingat namun tidak dapat memastikan salah satunya, maka ia anggap masih sedikit/kurang karena itulah yang yakin, lalu sujud sahwi dua kali sebelum salam kemudian salam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, ia tidak mengetahui berapa yang telah ia lakukan; tiga rakaat atau empat, maka hendaknya ia singkirkan keraguan itu dan mendasari dengan yang ia yakini, lalu ia sujud dua kali sebelum salam. Jika ia melakukan shalat lima rakaat, maka sujud itu menggenapkannya, tetapi jika ia shalat tepat empat rakaat, maka sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur ketika rakaat kedua, ia pun ragu-ragu apakah sudah tiga ataukah masih dua dan belum bisa memastikan mana yang benar maka ia anggap masih dua rakaat, kemudian ia menyempurnakan shalatnya lalu sujud sahwi dua kali sebelum salam kemudian salam.
g.       Jika selesai shalat ia ragu-ragu maka tidak perlu diperhatikan hingga benar-benar yakin (pasti), namun jika banyak keraguan, maka tidak perlu diperhatikan keraguan itu karena hal itu termasuk was-was.
Lupanya makmum
Jika makmum masuk bersama imam dari awal shalat, maka ia tidak perlu sujud sahwi sendiri ketika lupa, bahkan ia harus mengikuti imamnya. Tetapi jika ia sebagai masbuq dan lupa dalam melaksanakan apa yang luput, maka ia sujud sahwi setelah dilaksanakan apa yang telah luput itu.
Cara Mengingatkan imam yang lupa
Ketika Imam lupa, maka sikap makmum adalah sbb:
1.  Apabila imam tidak ingat ayat Al Qur’an yang ia baca, maka makmum mengingatkan dengan cara membacakan ayat yang benar. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَالْتَبَسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ لِاَبِيْ : ( أَشَهِدْتَ مَعَنَا ؟ ) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : ( فَمَا مَنَعَكَ أَنْ تَفْتَحَ عَلَيَّ ؟ )
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat, lalu ada (bacaan) yang rancu bagi Beliau, maka setelah selesai shalat, Beliau bersabda kepada bapakku, “Apakah kamu ikut shalat bersama kami?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apa yang menghalangimu untuk mengingatkanku?” (HR. Abu Dawud dan lainnya, para perawinya adalah tsiqah).
2.  Apabila terjadi sesuatu dalam shalat, misalnya imam lupa dalam gerakan atau jumlah rakaat, maka makmum (yang laki-laki) mengingatkan dengan membaca “Subhaanallah.” Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
اَلتَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ , وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ و زَادَ مُسْلِمٌ فِي اَلصَّلَاةِ)
“Tasbih itu untuk laki-laki dan tepukan itu untuk wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim. Muslim menambahkan, “Dalam shalat.”)
3.  Bagi makmum perempuan, cara memberitahukan imam cukup dengan menepuk (tashfiiq). Caranya menurut Isa bin Ayyub adalah dengan menepuk ke atas punggung telapak tangan yang kiri dengan menggunakan dua jari tangan kanan.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

Maraaji’: Al Fiqh (Dr. Abdullah bin Musa Al ‘Ammar), Asy’yaa’ min Ahkaam sujuudis Sahwi fish shalaah (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin), Al Hidayah fii Masaa’il Fiqhiyyah Muta’aaridhah (A. Zakariyya), Al Wajiiz (Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi), Sujuudus Sahwi (Dr. Sa’id Al Qahthani) dll.



[i] Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menerangkan, bahwa sebagian Ahli Ilmu berpendapat, bahwa dalam keadaan ini ia tetap sujud sahwi karena hendak bangun itu merupakan tambahannya dalam shalat, wallahu a’lam.
[ii] Yang sahih adalah kelebihan sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir dalam Jaami’ul Ushuul (5/541).