Fiqh Fara’idh (7)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫علم المواريث‬‎
Fiqh Faraa’idh (7)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Berikut ini merupakan lanjutan fiqh fara’idh yang telah dibahas sebagiannya sebelumnya. Semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
XII. Masalah Akdariyyah
Disebut Akdariyyah yang mengandung arti mengeruhkan atau menyusahkan dari kata kadaral jaddu ‘alal ukhti (kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan), ada pula yang berpendapat lain. Hal itu, karena ketika kakek tidak ada, maka saudara perempuan dapat menerima ½ dari harta peninggalan, tetapi karena kakek ada, maka bagian yang diterima menjadi lebih kecil.
Masalah Akdariyyah ini terjadi ketika ada yang wafat meninggalkan ahli waris yang terdiri dari suami, ibu, saudara perempuan sekandung/seayah, dan kakek. Misalnya harta warisan Rp. 360.000,-
JIka dikerjakan dengan cara biasa adalah seperti ini:
Ahli waris
Fardh
AM = 6, di’aul menjadi 9
Dari 360.000
Suami
½
3/9 x 360.000
120.000
Ibu
1/3
2/9 x 360.000
80.000
saudari sekandung
½
3/9 x 360.000
120.000
Kakek
1/6
1/9 x 360.000
40.000
Pada pembagian di atas, kakek hanya menerima 40.000, sementara saudari sekandung mendapatkan 120.000. kakek sebagai ahli waris laki-laki dirasakan janggal karena bagiannya lebih kecil daripada bagian ahli waris perempuan.
Maka untuk menghindari kejanggalan tersebut, ada beberapa pendapat:
a. Menurut Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, bahwa saudari sekandung dimahjub oleh kakek. Pendapat ini dipegang oleh ulama madzhab Hanafi.
Ahli waris
Fardh
AM = 6,
Dari 360.000
Suami
½
3/6 x 360.000
180.000
Ibu
1/3
2/6 x 360.000
120.000
Kakek
Ashabah
1/6 x 360.000
60.000
Saudari kandung
Mahjub
b. Menurut Umar dan Ibnu Mas’ud rdahyallahu ‘anhuma, bagian ibu 1/6 untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar dari bagian kakek.
Ahli waris
Fardh
AM = 6, aul menjadi 8
Dari 360.000
Suami
½
3/8 x 360.000
135.000
Ibu
1/6
1/8 x 360.000
45.000
Saudari kandung
½
3/8 x 360.000
135.000
Kakek
1/6
1/8 x 360.000
45.000
c. Menurut Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, saudari kandung dikumpulkan dengan kakek (menjadi ashabah), kemudian dibagi rata dengan ketentuan kakek sebagai ahli waris laki-laki mendapatkan dua bagian.
Ahli waris
Fardh
AM = 6,
AM = 6, di’aul menjadi 9
Suami
½
3
3/9
Ibu
1/3
2
2/9
saudari sekandung
½
3
4/9
Kakek
1/6
1
Saudari kandung dengan kakek dihitung 3 (kakek 2, dan saudari kandung 1), dan angka 4 tidak dapat dibagi kepada 3 kepala, maka caranya adalah 3 x asal masalah, yaitu 9 = 27. Sehingga penyelesaiannya seperti di bawah ini:
Ahli waris
Fardh
AM = 6, di’aul menjadi 9
AM = 27
Dari 360.000
Suami
½
3/9
9/27 x 360.000
120.000
Ibu
1/3
2/9
6/27 x 360.000
80.000
saudari sekandung
½
4/9
4/27 x 360.000
53.333.33
Kakek
1/6
8/27 x 360.000
106.666.66
Ulama madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah mengikuti pendapat Zaid bin Tsabit tersebut, wallahu a’lam.
XIII. Keadaan Kakek Bersama Saudara
Telah diterangkan sebelumnya, bahwa kakek yang menjadi Ahli Waris adalah kakek dari garis bapak dan seterusnya ke atas. Apabila tidak ada bapak, maka kakek menempati kedudukan bapak. Atas dasar ini, para fuqaha (Ahli Fiqh) sepakat bahwa saudara-saudara seibu mahjub oleh kakek. Tetapi, apabila kakek bersama saudara-saudara sekandung atau sebapak, maka ada beberapa pendapat:
a. Menurut Abu Bakar, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, Ibnuz Zubair, Mu’adz, Al Hasan Al Bashri, Bisyr bin Iyasy, dan Abu Hanifah, bahwa saudara-saudara sekandung atau sebapak mahjub oleh kakek. Di antara alasannya adalah, bahwa kakek dapat menduduki posisi bapak, dan karena kakek lebih utama daripada saudara, sebab kakek adalah ashabah garis ke atas (ushul), sedangkan saudara adalah ashabah garis ke samping (hawasyi). Garis ke atas tentu lebih didahulukan daripada garis ke samping.
b. Menurut Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Syafi’i, Malik, dan Ahmad, bahwa kakek tidak menghajb (menghalangi) saudara sekandung atau seayah, karena dianggap statusnya setaraf. Pendapat kedua ini diikuti oleh jumhur (mayoritas) fuqaha dengan ketentuan meskipun menyamakan kedudukan kakek dan saudara sekandung/seayah, namun mereka tidak menghendaki persamaan yang merugikan kakek.
Dari sisi teori, jika kita mengikuti pendapat kedua, kita akan mendapatkan berbagai penyimpangan kaidah dasar dalam penghitungan warisan.
Bentuk pewarisannya ada dua:
Pertama, kakek bersama saudara sekandung/seayah.
Kedua, kakek, saudara sekandung/seayah, dan ahli waris yang lain.
1. Kakek bersama saudara sekandung/seayah (tidak bersama Ahli Waris yang lain).
Jika seorang wafat meninggalkan kakek dan saudara sekandung atau sebapak, dan tidak ada ahli waris yang lain atau ashabul furudh, maka diberikan kepada kakek bagian yang lebih menguntungkannya dari dua macam bagian tersebut, yaitu:
a.      Diberikan kepadanya 1/3 dari harta peninggalan, atau
b.      Dia berbagi/muqasamah[1] dengan saudara-saudara.
Maksudnya kalau bagian 1/3 lebih menguntungkan kakek daripada berbagi/muqasamah, maka diberikan kepadanya 1/3 itu. Dan kalau muqasamah lebih baik baginya, maka muqasamah dilakukan.
Contoh kakek lebih beruntung mendapatkan 1/3 dari jumlah harta[2]daripada muqasamah.
       Seorang wafat meninggalkan kakek dan tiga saudara laki-laki.
Karena kalau berbagi (muqasamah) sama rata, maka kakek mendapatkan ¼, sehingga didahulukan 1/3, karena 1/3 lebih banyak daripada ¼.
       Seorang wafat meninggalkan kakek dan lima saudara perempuan, atau
Kalau berbagi, tentulah dibagi 7. kakek mendapatkan dua bagian, dan setiap saudara perempuan mendapatkan satu bagian. Jadi, kakek mendapatkan 2/7, sedangkan 1/3 lebih banyak daripada 2/7.
       Seorang wafat meninggalkan kakek, seorang saudara laki-laki, dan tiga saudara perempuan.
Kalau berbagi, tentu dibagi menjadi 7 bagian. Dua bagian untuk kakek, dua bagian untuk saudara laki-laki, dan tiga bagian lagi untuk saudara-saudara perempuan. Jadi, kakek mendapatkan 2/7, sedangkan 1/3 lebih banyak daripada 2/7.
Contoh berbagi/muqasamah lebih menguntungkan kakek daripada diberi 1/3
Berbagi lebih menguntungkan bagi kakek daripada 1/3, dalam masalah-masalah seperti di bawah ini:
           Seorang wafat meninggalkan kakek dan seorang saudara perempuan.
Kalau berbagi, kakek mendapatkan 2/3 dan saudara perempuan mendapatkan 1/3, jelas 2/3 lebih banyak daripada 1/3.
           Seorang wafat meninggalkan kakek dan seorang saudara laki-laki.
Karena kalau berbagi, kakek mendapatkan ½, dan saudara laki-laki mendapatkan ½, jelas ½ lebih besar daripada 1/3.
           Seorang wafat meninggalkan kakek dan dua saudara perempuan.
Karena kalau berbagi adalah 4 bagian. Kakek mendapatkan dua bagian, sedangkan dua orang saudara perempuan, seorangnya mendapatkan satu bagian, sehingga jumlahnya 4 bagian. Ini berarti kakek mendapatkan 2/4 (atau ½), dan hal ini jelas lebih besar daripada 1/3.
           Seorang wafat meninggalkan kakek, seorang saudara laki-laki, dan seorang saudara perempuan.
Kalau berbagi adalah 5 bagian; kakek mendapatkan dua bagian, seorang saudara laki-laki mendapatkan dua bagian, seorang saudara perempuan mendapatkan satu bagian. Sehingga mendapatkan 2/5 lebih baik untuk kakek daripada 1/3.
           Seorang wafat meninggalkan kakek dan tiga saudara perempuan.
Kalau berbagi adalah 5 bagian juga; kakek mendapatkan 2 bagian, sedangkan setiap saudara perempuan mendapatkan 1. maka 2/5 untuk kakek lebih baik daripada 1/3.
Contoh berbagi/muqasamah dan diberi 1/3 menjadi sama banyaknya bagi kakek
Berbagi dan diberi 1/3 menjadi sama banyaknya bagi kakek dalam masalah-masalah seperti di bawah ini:
          Seorang wafat meninggalkan kakek dan dua saudara laki-laki.
Kalau berbagi menjadi tiga bagian; kakek mendapatkan 1/3 dan dua saudara mendapatkan 2/3.
          Seorang wafat meninggalkan kakek, seorang saudara laki-laki, dan dua orang saudara perempuan.
Kalau berbagi menjadi 6 bagian; kakek mendapatkan 2 bagian, seorang saudara laki-laki mendapatkan 2 bagian dan 2 saudara perempuan mendapatkan 2 bagian. Maka 2/6 bagi kakek sama dengan 1/3.
          Seorang wafat meninggalkan kakek dan empat saudara perempuan.
Kalau berbagi menjadi 6 bagian; kakek mendapatkan 2/6 dan 4 bagian lagi untuk 4 saudara perempuan. Sehingga 2/6 bagi kakek sama dengan 1/3.
Pembagian kakek dan saudara-saudara di atas adalah apabila tidak ada ahli waris yang lain.
2. Kakek dan saudara-saudara, jika bersama ahli waris yang lain
Jika seorang wafat meninggalkan kakek dan saudara sekandung atau sebapak dan tidak meninggalkan bapak, tetapi meninggalkan ahli waris yang lain. Maka kakek diberikan bagian yang lebih menguntungkannya dari tiga macam pembagian di bawah ini:
a.      Diberikan kepadanya 1/6 dari jumlah peninggalan.
b.      Diberikan kepadanya 1/3 dari sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris-ahli waris yang lain,
c.      Sisa dari ahli waris yang lain itu berbagi antara dia dan saudara-saudara.
Maksudnya antara tiga macam pembagian ini, mana yang lebih menguntungkan kakek, maka itulah yang diberikan kepadanya, tetapi hak kakek tidak boleh kurang daripada 1/6 dari jumlah harta.
Contoh kakek lebih beruntung mendapatkan 1/6 dari jumlah harta daripada no. 2 dan 3 di atas
Mendapatkan 1/6 dari jumlah peninggalan lebih baik bagi kakek dalam masalah seperti di bawah ini,
Seorang wafat meninggalkan seorang istri, dua anak perempuan, seorang saudara laki-laki, dan kakek.
Kalau hendak dibagi, menjadi asal masalah 48[3].
Istri mendapatkan 1/8 dari 48 yakni mendapatkan 6.
Dua anak perempuan mendapatkan 2/3 dari 48, yakni mendapatkan 32.
Sisanya 10 lagi, dibagi antara kakek dan saudara laki-laki; seorang mendapatkan 5 bagian. Sehingga dua orang menjadi 10 bagian.
Menurut pembagian berbagi rata antara kakek dengan saudara[4], maka kakek mendapatkan 5 dari 48.
Kalau diberikan untuk kakek 1/3 dari sisa yang 10 bagian itu, berarti ia mendapatkan 3,3.
Kalau diberikan kepadanya 1/6 dari jumlah harta, yakni 1/6 dari 48, maka ia mendapatkan 8 dari 48.
Karena mengambil 1/6 dari jumlah harta lebih menguntungkan kakek, maka bagian itulah yang diberikan kepadanya.
Qiaskanlah masalah lain seperti ini.
Contoh kakek lebih beruntung mendapatkan 1/3 dari sisa daripada yang pertama dan ketiga di atas
Sepertiga dari sisa lebih menguntungkan kakek dalam masalah di bawah ini:
Seorang wafat meninggalkan: nenek, lima saudara laki-laki, dan kakek
Kalau dibagi, menjadi asal masalah 36.
Nenek mendapatkan 1/6 dari 36 yaitu 6.
Sisanya lagi dibagi antara kakek dan 5 saudara; seorang mendapatkan 5 bagian dari 30.
Kalau diberikan kepada kakek 1/6 dari jumlah harta (yang jumlahnya 36), tentu ia memperoleh 6 bagian.
Kalau diberikan kepadanya 1/3 dari sisa, yakni 1/3 dari 30 bagian, maka mendapatkan 10 bagian.
Oleh karena itu, kakek diberikan 1/3 dari sisa lebih menguntungkan kakek, maka inilah pembagian yang diberikan kepadanya, tidak yang lain.
Masalah yang lain bisa diqiaskan seperti di atas.
Contoh pembagian dengan cara berbagi lebih beruntung bagi kakek daripada pembagian yang pertama dan kedua di atas
Berbagi rata/muqasamah dengan saudara bisa lebih baik bagi kakek dalam masalah berikut:
Seorang wafat meninggalkan nenek, seorang saudara laki-laki sekandung atau sebapak dan kakek.
Kalau dibagi, menjadi asal masalah 12.
Nenek mendapatkan 1/6 dari 12 yaitu 2,
Sisanya kakek berbagi dengan saudara; seorang mendapatkan 5 bagian dari 10, dan kakek juga mendapatkan 5 bagian.
Kalau ia diberikan 1/3 dari sisa tentu kurang dari 4 bagian (yakni hanya 3,3 bagian).
Jika harta itu dihabisi oleh ahli waris
Misalnya seorang wafat meninggalkan: dua anak perempuan, suami, ibu, kakek, dan saudara laki-laki.
Dalam keadaan seperti ini saudara digugurkan; tidak diberikan apa-apa.
Kepada kakek diberikan 1/6 dari jumlah harta, karena haknya tidak boleh kurang dari 1/6.
Sisanya menjadi masalah 12 yang di’aulkan menjadi 13, yakni harta sisa itu dibagi 13 bagian.
Pembagiannya adalah sbb:
2 anak perempuan mendapatkan 2/3 dari 12, yaitu 8.
Suami mendapatkan ¼ dari 12, yaitu 3.
Ibu mendapatkan 1/6 dari 12, yaitu 2.
Sehingga 8 + 3 + 2 =13 (Aul).
XIV. Mu’aadah
Mu’aadah artinya saudara kandung mengikutsertakan saudara seayah untuk mendesak kakek.
Maksudnya, apabila berkumpul berkumpul bersama kakek saudara sekandung dan saudara seayah, maka kita jadikan saudara seayah bersama-sama saudara sekandung untuk memperkecil bagian kakek.
Contoh Mu’aadah:
Ahli Waris
AM = 3
3
3
Kakek
Sisa
(karena mereka ashabah dengan metode muqasamah)
1
1
Saudara sekandung
1
1 + 1 = 2
Saudara seayah
1
0 (mahjub)
Ahli Waris
AM = 2
2
12
12
Anak perempuan
½
1
6
6
Kakek
Sisa (dihitung 6 kepala)
1
2
2
2 saudari kandung
2
4
Saudara seayah
2
0
Kita tidak butuh kepada mu’addah kecuali dalam keadaan di mana muqasamah lebih banyak bagi kakek ketika ia berbagi rata dengan saudara kandung. Hal itu agar jumlah saudara semakin banyak sehingga bisa memperkecil kakek.
Adapun jika muqasamah tidak lebih banyak baginya, maka tidak perlu diadakan mu’addah. Misalnya seorang wafat meninggalkan kakek, 2 saudara sekandung dan seorang saudara seayah, maka tidak perlu diadakan mu’addah, karena muqasamah tidak lebih banyak bagi kakek, di mana keadaannya sama saja saat ini dengan 1/3 harta, sehingga jika saudara seayah ikut dimasukkan untuk mendesak kakek, maka haknya juga tidak berkurang, karena ia akan mewarisi 1/3 harta bagaimana pun keadaannya, sisanya untuk dua saudara kandung dan saudara seayah gugur. Seperti ini tabelnya:
Ahli Waris
AM = 3
3
Kakek
1/3
1
2 saudara sekandung
Sisa
2
Saudara seayah
0 (mahjub)
Contoh lainnya: Seorang wafat meninggalkan anak perempuan, suami, kakek, saudari sekandung, dan saudara seayah.
Ahli Waris
AM = 3
AM = 12
Anak perempuan
½
6
Suami
¼
3
Kakek
1/6
2
Saudari sekandung
Sisa
1
Saudara seayah
0 (mahjub)
Dalam keadaan ini, kita tidak butuh kepada mu’addah, karena bagian kakek tidak berkurang dari 1/6 bagaimana pun keadaannya, sisanya untuk saudari kandung dan saudara seayah gugur.
Catatan:
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, bahwa  permasalahan tentang keadaan kakek, akdariyyah, dan mu’addah adalah jika mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa saudara-saudara ikut mewarisi bersama kakek, adapun menurut pendapat yang rajih adalah bahwa saudara tidak mewarisi bersama kakek bagaimana pun keadaannya, sehinga, tidak perlu perincian seperti ini, karena memang tidak ada dalil dari Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’ dan qiyas yang shahih, wallahul muwaffiq wal haadiy ilaa sawaa’is sabiil.
Bersambung…
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Minhaajul Muslim(Syaikh Abu Bakar Al Jazaa’iriy), Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli FIqh), Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid  Saabiq), Al Faraa’idh (A. Hassan), Belajar Mudah Ilmu Waris (Anshari Taslim, Lc) dll.



[1] Dalam muqasamah, kakek dianggap saudara laki-laki. Artinya, jika ia bersama saudara laki-laki, maka ia mendapatkan bagian yang sama dengan mereka, dan jika ia bersama saudara perempuan, maka ia mendapat dua kali bagian mereka.
[2] Yakni harta peninggalan si mati dijumlahkan dan belum dibagikan kepada siapa-siapa, lalu dikeluarkan 1/3 untuk kakek.
[3] Awalnya 24, namun ketika pembagian untuk kakek dan saudara laki-laki untuk diadakan berbagi rata kesulitan, maka naik menjadi 48.
[4] Yakni yang ketiga.